Kamis, 06 Juni 2013

Koleksi Foto Kelas XI IPA 3

Inilah Kumpulan Foto-Foto Anak-Anak Kelas XI IPA 3 Yang Diambil Tanpa Kesengajaan Pelaku Semata Melainkan Karena Kelengahan Objek Foto Semata Dan adanya Kesempatan :)
Best Friend Forever Nih :)
Malehah Pose
Griyan Sang Pawang Kadal

Henggar With Winda
Syahid Nih :)
Duo Behel :)
Amelia With Rahme
Masbronya Rahme Nih (Raditya)
Nadya With Afi
Syahid Part 2
Raditya Sama Jefry Baca OGB
Sepeda Santai Closet To TMII
Sepeda Santai Closet To TMII
Griyan,Afi&Zainab
Bli Komang Sego jagung
Segini Dulu ya Masih Banyak lagi di Koleksi-Koleksi Berikutnya yang Lebih Menarik Dan Seru :)

Rasa Humor Guru untuk Kelas yang Menyenangkan

Rasa Humor Guru untuk Kelas yang Menyenangkan

Rasa humor (sense of humor) dapat diartikan sebagai kecenderungan respons kognitif individu  untuk membangkitkan tertawa, senyuman, dan kegembiraan. Para ahli medis dan psikologi sepakat bahwa rasa humor merupakan aset berharga dan amat penting untuk kesehatan dan kebahagiaan hidup, yang bisa dimiliki oleh setiap individu normal. Secara medis, rasa humor dapat membantu mengatasi rasa sakit, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan bahkan dapat memperpanjang usia. Secara sosio-psikologis, rasa humor dapat membantu mengurangi stress dan kecemasan, mempermudah interaksi sosial, dan dapat membantu pengambilan keputusan yang lebih baik di tengah-tengah situasi yang sulit.  Mitchell Ditkoff menyebutkan bahwa humor merupakan salah satu ciri orang inovatif. Sementara,  James C. Coleman mengatakan bahwa membangkitkan rasa humor merupakan salah satu cara untuk memelihara emosi yang konstruktif.
Dalam pandangan saya, Almarhum Gus Dur, mantan presiden kita dengan “gitu aja koq repot”-nya, Prof. Moh. Surya, anggota DPD dan mantan Ketua PB PGRI dengan “kemederkaan adalah hak segala bangsa”-nya, Mario Teguh, sang motivator kondang dengan salam super Golden Way-nya, atau Deddy Corbuziermentalist yang klimis, mereka adalah contoh dari orang-orang yang memiliki rasa humor. Mereka bukan pelawak, tetapi pada saat melaksanakan tugasnya mereka kerap menyuguhkan humor yang membuat orang  tertawa dan tersenyum gembira. Rasa humor yang mereka miliki merupakan karakter kuat yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat memperkokoh penampilan profesi/jabatan yang digelutinya.
Bagi guru, memiliki rasa humor merupakan modal personal yang sangat berharga sekaligus dapat menjadi daya pikat tersendiri di mata siswanya. Rasa humor guru sangat berguna dalam upaya menciptakan iklim kelas dan pengembangan proses pembelajaran yang lebih sehat dan menyenangkan. Bahkan, Melissa Kelly menyebutkan bahwa rasa humor merupakan salah satu kunci untuk menjadi guru yang sukses. Menurut Melissa, rasa humor guru dapat meredakan ketegangan suasana dan dapat mencegah timbulnya perilaku disruptif siswa di kelas, serta bisa dijadikan sebagai cara untuk menarik perhatian siswa di kelas. Dan yang paling penting, dengan rasa humor yang dimilikinya, seorang guru akan menunjukkan bahwa dia adalah sosok orang yang memiliki kepribadian dan mental yang sehat, dapat menikmati hidup, serta mampu menjalani kehidupan kariernya secara wajar tanpa stress.
Meski di bangku kuliah tidak pernah diberikan mata kuliah yang secara khusus mengkaji tentang pengembangan rasa  humor di kelas, tetapi disini tampak terang bahwa guru perlu berlatih dan membiasakan diri untuk memiliki kemampuan mengembangkan rasa humor di kelas.
Dalam praktiknya, mengembangkan rasa humor di kelas tidak bisa dilakukan secara serampangan tetapi memerlukan cara dan kiat tersendiri. Berikut ini beberapa ide yang sering saya praktikkan di kelas.
  1. Hubungkan dengan materi yang sedang diajarkan.  Mungkin ini ide yang paling sulit untuk diterapkan karena tidak semua materi yang kita ajarkan kepada siswa bisa disisipi humor,– khususnya bagi Anda yang kurang terbiasa berartikulasi.  Tetapi jika Anda mampu melakukannya, maka humor yang dikoneksikan dengan materi pelajaran bisa diyakini sebagai bentuk reinforcement yang dapat membantu siswa untuk mencerna dan menyimpan informasi secara lebih baik dalam sistem memori jangka panjangnya.
  2. Gunakan video atau gambar yang relevan. Untuk ide yang kedua ini, mungkin tidak sesulit ide yang pertama. Cukup dengan menggunakan jasa Eyang Google atau mesin pencari lainnya, Anda bisa mencari dan menemukan aneka video dan gambar yang dibutuhkan untuk kepentingan pengembangan rasa humor di kelas. Konten video  atau gambar tidak harus persis identik dengan materi yang akan diajarkan, yang penting bisa dicari kaitannya (dihubung-hubungkan). Selanjutnya, sajikanlah video atau gambar tersebut di kelas secara atraktif. Usahakan setelah usai penayangan, mintalah kepada siswa untuk merefleksi tayangan tersebut, dikaitkan dengan materi yang sedang diajarkan.
  3. Lakukan pada waktu dan situasi yang tepat. Mengembangkan rasa humor tidak harus dilakukan sepanjang waktu pelajaran, karena Anda tidak sedang melawak di kelas. Sajikan rasa humor Anda ketika siswa Anda membutuhkannya. Misalnya, ketika siswa  mulai menunjukkan tanda-tanda kejenuhan atau ribut di kelas. Usahakan jangan mengulang topik humor yang sama pada kelas yang sama, Jika Anda mengulanginya, bukan kegembiraan siswa yang akan didapat tetapi  malah mungkin menjadi sesuatu yang  membosankan dan menyebalkan.
  4. Sampaikan secara etis dan tidak melecehkan siswa. Interaksi antara guru dengan siswa adalah interaksi pendidikan. Oleh karena itu, ketika Anda hendak menyampaikan humor di kelas harus tetap dalam bingkai pendidikan, baik dari segi konten maupun cara penyampaiannya. Hindari humor jorok dan berbau SARA, serta hindari bentuk humor yang dapat melukai harga diri seseorang, khususnya siswa, sekalipun humor itu sangat lucu dan dapat mengundang sebagian besar orang untuk tertawa dan bergembira.
  5. Mudah dipahami dan sesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Seorang guru berusaha mengembangkan humor tertentu di kelas, yang menurut dia humor itu sangat lucu, tetapi ternyata reaksi dari siswa malah datar-datar saja. Sangat mungkin hal ini disebabkan oleh konten humor yang terlalu tinggi sehingga sulit dicerna oleh pikiran siswa. Oleh karena itu, pilihlah secara jeli konten humor yang sesuai dengan daya tangkap siswa dan tingkat perkembangan siswa.

PP No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Standar Nasional Pendidikan

PP No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Standar Nasional Pendidikan

Pada tanggal 7 Mei 2013 lalu, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, telah menandatangani sebuah peraturan baru yaitu  Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Berdasarkan konsideran dalam peraturan ini, perubahan peraturan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu diselaraskan dengan dinamika perkembangan masyarakat, lokal, nasional, dan global guna mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, serta perlunya komitmen nasional untuk meningkatkan mutu dan daya saing bangsa.
Setelah mencermati isi PP No. 32 Tahun 2013 ini, saya melihat perubahan-perubahan yang dilakukan tampaknya lebih cenderung berkaitan dengan pasal-pasal yang berhubungan dengan kurikulum dan key area pembelajaran (standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian). Hal ini tampak jelas dengan disisipkannya BAB XIA  yang secara khusus berisi pasal-pasal yang mengatur tentang KURIKULUM. Beberapa pasal dalam PP No. 19 tahun 2005 yang dihapus pun tampak lebih menggambarkan konsekuensi dari isi pasal-pasal yang dituangkan dalam BAB XIA ini.
Sementara untuk pasal yang berkaitan dengan standar pendidik dan tenaga kependidikan,  standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan secara esensial tampaknya tidak banyak perubahan yang signifikan.
Barangkali tidak terlalu keliru jika saya berpendapat  bahwa lahirnya peraturan pemerintah ini, salah satunya dilatari oleh semangat untuk mengganti kurikulum yang berlaku saat ini dengan tetap melanjutkan ujian nasional, kecuali  untuk tingkat SD/MI, SDLB.  (mohon koreksi kalau saya keliru)
Bagaimana pendapat Anda?

Tipe Guru dalam Mendisiplinkan Siswa

Tipe Guru dalam Mendisiplinkan Siswa

Disiplin kelas, tata tertib kelas,  pengendalian kelas, manajemen kelas atau apapun namanya, merupakan hal yang amat krusial bagi seorang guru. Apabila seorang guru tidak mampu memelihara disiplin dalam kelas maka kemungkinan proses pembelajaran akan mengalami kegagalan. Kegiatan ini merupakan langkah awal untuk menciptakan sebuah lingkungan belajar yang kondusif.
Sebagai agen sosialisasi (socialization agent), guru hendaknya membelajarkan siswa  tentang berbagai perilaku yang sesuai dengan tuntutan situasi. Dalam berinteraksi dan berkomunikasi  dengan siswa, guru menyampaikan berbagai pesan kepada siswa agar dapat berperilaku sesuai dengan situasi yang diharapkan di kelas.
Terdapat 4 (empat)  hal penting untuk mencapai kesuksesan di kelas:
  1. Guru perlu merencanakan secara matang pendekatan individual dalam mendisiplinkan siswa.
  2. Guru harus memahami secara baik berbagai teori disiplin, beserta asumsi yang mendasarinya.
  3. Guru memahami nilai-nilai dan filsafat pendidikan yang diyakininya.
  4. Guru  harus mampu menentukan pendekatan disiplin yang sejalan dengan keyakinan siswanya, sehingga tidak menimbulkan kebingungan siswa dan konflik personal.
Sesungguhnya, banyak teori  tentang disiplin yang bisa kita terapkan, salah-satunya adalah  teori Inner Discipline yang digagas oleh Barbara Coloroso. Dalam upaya mendisiplinkan siswa di kelas (sekolah), Coloroso mengemukakan 3 (tiga) kategori guru (dalam tulisan ini saya menggunakan istilah tipe guru), yaitu: (1) Brickwall  Teacher (Guru Tembok Bata); (2) Jellyfish Teacher  (Guru Ubur-ubur); dan (3) Backbone Teacher (Guru Tulang Punggung). Berikut ini disampaikan penjelasan singkat dari ketiga tipe tersebut:
  1. Guru Tembok Bata (Brickwall  Teacher). Guru tipe ini berusaha membatasi dan mengendalikan siswa secara ketat,  menganggap siswa sebagai bawahan dan kerap menghina siswa. Disini tidak ada wilayah abu-abu, yang ada hanyalah dikhotomi antara hitam dan putih. Guru tipe ini mengoperasikan tugas dalam suasana ketakutan, melalui aturan tetap dan kaku, menekankan ketepatan waktu, kebersihan dan ketertiban.  Dalam proses pembelajaran sering mematahkan kehendak siswa, menekankan ritual dan hafalan, lebih mengandalkan pada kompetisi dan mengajarkan tentang  apa yang harus dipikirkan daripada bagaimana berpikir (what to think rather than how to think). Guru Tembok Bata (Brickwall  Teacher) kurang memberi kepercayaan kepada siswa untuk mengembangkan Inner Discipline-nya.
  2. Guru Ubur-ubur (Jellyfish Teacher). Berbanding terbalik dengan Guru Tembok Bata, guru tipe yang kedua ini sama sekali tidak memiliki ketegasan dan cenderung lemah dalam mengelola kelas, sehingga memungkinkan terjadinya kekacauan dan anarki di kelas.  Tidak memiliki aturan dan struktur yang jelas, serta seringkali menetapkan  aturan dan hukuman yang tidak konsisten. Guru tipe ini cenderung menggunakan ancaman dan emosional serta meremehkan proses pembelajaran. Sama halnya dengan tipe guru Tembok Bata (Brickwall  Teacher),  guru tipe yang kedua ini  juga tidak memperhatikan kebutuhan siswa akan pengembangan kemampuan Inner Discipline-nya.
  3. Guru Tulang Punggung (Backbone Teacher). Guru tipe  ketiga  ini adalah guru yang senantiasa berusaha memberikan dukungan dan menyediakan struktur yang diperlukan siswa untuk menyadari keunikan dan mengenal diri yang sejatinya. Proses pembelajaran berlangsung secara demokratis dengan aturan yang sederhana tetapi jelas. Guru tipe yang ketiga ini selalu berusaha mendukung siswa untuk melakukan kegiatan yang kreatif, konstruktif dan bertanggung jawab, memotivasi siswa agar  dapat melakukan semua hal yang mereka miliki bisa. Guru Tulang Punggung (Backbone Teacher) berupaya membelajarkan siswa bagaimana berpikir dan memperoleh kepercayaan terhadap diri sendiri maupun  orang lain. Pada Guru Tulang Punggung (Backbone Teacher) inilah memungkinkan terjadinya pengembangan Inner Discipline siswa.
Coloroso berkeyakinan bahwa dalam berhubungan dengan siswa, seorang guru seyogyanya dapat membantu siswa untuk mengembangkan Inner Discipline-nya. Dalam arti, membantu siswa agar mampu menunjukkan perilaku yang kreatif, konstruktif, kooperatif, dan bertanggung jawab, tanpa harus diatur dan dikendalikan orang lain. Siswa dibelajarkan untuk menerima masalah yang dimiikinya, mengambil tanggung jawab penuh atas masalah perilakunya  dan dapat mengambil  tindakan yang tepat untuk mengatasinya, bukan atas dasar rasa takut tetapi berdasarkan pemahaman dan kesadaran bahwa memang itulah hal yang benar untuk dilakukan (it is the right thing to do).
Teori Inner Discipline meyakini bahwa setiap siswa pada dasarnya terhormat, oleh karena itu sudah sepatutnya mereka menerima perlakuan secara terhormat dan setiap saat dapat diperlakukan dengan tanpa harus melukai kehormatan dirinya. Langkah-langkah penerapan Inner Discipline dikembangkan dalam 6 (enam) tahapan, yaitu:  (1) identifikasi dan mendefinisikan masalah; (2) menentukan kemungkinan-kemungkinan pemecahannya; (3) mengevaluasi pilihan-pilihan yang tersedia; (4) memilih salah satu pilihan yang ada; (5)  membuat sebuah rencana dan melaksanakannya; (6) melakukan retrospeksi, dengan mengevaluasi ulang masalah dan solusi yang dijalankan.
Menurut Coloso, keenam langkah ini telah mencakup 3 R  tentang Disiplin, yaitu: (1) Restitusi: memperbaiki kerusakan perilaku dan kepribadian  yang dialami siswa ; (2) Resolusi: menentukan cara untuk tidak membiarkan perilaku itu terjadi lagi atau dengan kata lain siswa dapat menerima apa yang yang telah dilakukannya dan memulai hal baru;  dan (3) Rekonsiliasi: proses penyembuhan, siswa dibelajarkan untuk menghormati rencana restitusi yang telah disepakati,  dan berkomitmen untuk berbuat sesuai dengan resolusi.
Menjadi Guru Tulang Punggung (Backbone Teacher) yang mampu mengimplementasikan Inner Discipline sebagaimana disarankan oleh Coloso tentu bukan hal yang mudah, apalagi bagi guru-guru yang sudah kadung menjadi menjadi Guru Tembok Bata atau Guru Ubur-ubur,  tetapi barangkali itulah pilihan yang paling memungkinkan dalam konteks pendidikan saat ini, yang mengedepankan proses pemanusiaan manusia.
Bagaimana pendapat Anda?

Peraih Nilai UN tertinggi pada UN 2013

Inilah 12 Siswa dan 10 Sekolah Terbaik dalam UN 2013

Hasil Ujian Nasional tahun 2013 untuk jenjang SMA/SMK/MA telah diumumkan secara serentak pada hari Jum’at, 24 Mei 2013 kemarin. Dari berbagai berita yang dipublikasikan di Kompas.com, diperoleh informasi bahwa dalam Ujian Nasional tahun 2013 terdapat 12 (dua belas) siswa yang  memperoleh nilai UN murni tertinggi se-Indonesia dan 10 (sepuluh) sekolah dengan rata-rata nilai murni tertinggi UN se-Indonesia.
Berikut ini disajikan tabel peringkat 12 (duabelas) siswa dan 10 (sepuluh) sekolah yang berhasil meraih nilai Ujian Nasional murni tertinggi:
Peringkat Siswa Terbaik se- Indonesia dalam Ujian Nasional 2013
No.
Nama Siswa
Asal Sekolah
Rata-Rata UN
1.
Ni Kadek Vani Apriyanti SMA Negeri 4 Denpasar
9,87
2.
Aditya Agam Nugraha SMA Negeri 1 Surakarta
9,78
3.
Helena Marthafriska SN SMA Methodist 2, Medan
9,78
4.
Made Hyang Wikananda SMA Negeri 4 Denpasar
9,76
5.
Luh Putu Lindayani SMA Negeri 4 Denpasar
9,76
6.
Elva Vidya SMAK 5 BPK Penabur Jakarta
9,75
7.
Gracia Isaura Raulina SMA Negeri 8 Jakarta
9,75
8.
Putu Siska Apriliani SMA Negeri 4 Denpasar
9,75
9.
Nadia Anindita Vandari MAN Insan Cendikia, Serpong
9,75
10.
Sarah Alya Firnadya SMA Negeri 8 Jakarta
9,73
11.
Zulva Facharina SMA Negeri 10 Samarinda
9,73
12.
Putu Indri Widiani SMA Negeri 4 Denpasar
9,73
  Peringkat Sekolah Terbaik se- Indonesia dalam Ujian Nasional 2013
No.
Nama Sekolah
Rata-Rata UN
1.
SMA Negeri 4 Denpasar
9,17
2.
MA Negeri Insan Cendekia Banten
8,93
3.
SMA Kristen 1 BPK Penabur Jakarta
8.88
4.
SMA Santa Ursula Jakarta
8.87
5.
SMA Negeri 1 Denpasar
8.81
6.
SMA Negeri 3 Lamongan
8.81
7.
SMA Negeri 1 Babat Lamongan
8.81
8.
SMA Negeri 10 Fajar Harapan Banda Aceh
8,79
9.
SMA Negeri 1 Kembangbahu Lamongan
8,78
10.
SMA Negeri 8 Jakarta
8,74
Sumber: Kompas.com
Refleksi:
Dengan tidak bermaksud prejudice,  ada dua hal yang menarik perhatian saya dari data Hasil Ujian Nasional tahun 2013 di atas:
Pertama, dari 12 (duabelas) siswa yang meraih prestasi terbaik, terdapat 5 (lima) siswa yang berasal dari satu sekolah yang sama yaitu SMA Negeri 4 Denpasar, yang sekaligus juga berhasil menduduki peringkat pertama sebagai sekolah yang memperoleh rata-rata nilai murni tertinggi se-Indonesia, yakni sebesar 9,17. Tentu, sebuah angka yang benar-benar spektakuer!
Kedua, pada Ujian Nasional 2013 ini, Lamongan sebuah Kabupaten di Provinsi Jawa Timur, berhasil menempatkan 3 sekolah yang masuk dalam 10 (sepuluh) besar, yaitu: SMA Negeri 3 Lamongan, SMA Negeri 1 Babat Lamongan dan SMA Negeri 1 Kembangbahu Lamongan. Prestasi daerah yang luar biasa!
Atas keberhasilan yang telah dicapai para siswa, sekolah maupun daerah tersebut tentu menarik untuk dipelajari lebih lanjut, terutama berkaitan dengan resep jitunya, baik dilihat dari cara belajar siswa dan mengajar guru, manajemen sekolah maupun manajemen pendidikan di daerah, sehingga kita semua bisa mengambil hikmah positif dari mereka.

Rabu, 29 Mei 2013

Desain Grafis

Ini adalah kumpulan-kumpulan tugas akhir Desain Grafis Kelas XI IPA 3

Amelia Putri
Download
Anisa Azzahra
Download
Besty Kartika Pancarwati
Download
David Susanto
Download
Faris
Download
Hafidz Haque Hariadi
Download
Hendra Wijaya
Download
Henggar Tri
Download
M. Faiz Risqi
Download
Nadya Irmalia
Download
Raditya H
Download
Regina TTS
Download
Sulthana S
Download